22 November 2008

Batik Jateng Sebagai Aset Budaya

BERITA
Semarang, 21 November 2008
Batik Jateng
Sebagai Aset Budaya
Oleh Anindityo Wicaksono

(Sumber gambar: http://yfred.files.wordpress.com)

(ANTARA) - Sebagai sentra penghasil batik, Jawa Tengah harus lebih memajukan kerajinan batik khas daerah-daerahnya sebagai aset budaya dan pariwisata.

Menurut Ketua Paguyuban Pencinta Batik Indonesia "Bokor Kencono", Umi Sumiyati, Jumat, di Semarang, potensi batik Jateng di berbagai daerah amat beragam. Ada ciri khas masing-masing yang membedakan satu dengan lainnya.

"Kini kembali kepada kejelian pemda untuk menggandeng perajin setempat yang berpotensi," kata dia usai pembukaan "Bazar Batik Jawa Tengah", baru-baru ini.

Ia mengatakan, keengganan pemerintah kabupaten (Pemkab) untuk mendukung para perajin batik di daerahnya,
kerap menjadi kendala umum pelestarian batik.

Untuk acara bazar ini, misalnya, dari 20 undangan yang ia sampaikan kepada berbagai Pemkab, ternyata hanya delapan yang menyatakan kesiapannya mengirim perajinnya Untuk itu, dia mengaku kecewa akan respon daerah. Apalagi alasan mereka selalu saja pada dana.

"Dari 16 daerah perajin batik yang hadir, delapan datang karena memenuhi undangan, sedangkan delapan perajin daerah lainnya datang dengan inisiatif dan dana sendiri," ujarnya.

Sebanyak 16 perajin batik daerah yang hadir, yaitu Kab. Kebumen, Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan, Kab. Tegal, Kab. Pemalang, Kota Semarang, Kab. Kudus, Kab. Rembang, Kab. Pati, Kab. Batang, Kab. Purworejo, Kab. Klaten, Kab. Sragen, Kab. Brebes, Kab. Banyumas, dan Kab. Surakarta.

Selain itu, tambah dia, perkembangan batik terlalu berpusat pada Solo dan Pekalongan. Batik-batik daerah lain masih kalah pamor. Hal itu, dikarenakan Solo dan Pekalongan lama telah memproduksi batik cap dan tulis.

"Batik Pekalongan dapat berkembang pesat karena para perajin diasuh dan berinduk langsung di bawah perusahaan. Sedangkan di daerah lain, produksi masih berangkat dari usaha rakyat. Para perajin berdiri sendiri-sendiri," ujar dia.

Batik Pesisir

Salah seorang perajin batik Pemalang, Pantjer Budhi Walujo, mengatakan, selama ini potensi perajin daerah masih tertutupi batik produksi Pekalongan dan Solo. Perajin batik selain di kedua daerah ini pun masih jarang dilirik pemda setempat.

Menurut pemilik kios Batik Tenun "Pancaran Widuri" Pemalang ini, tiap daerah mempunyai corak dan motif sendiri yang menjadi ciri khas masing-masing.

Batik Pemalang, contohnya, selalu mempunyai ciri motif materos (satria) dalam tiap coraknya. Corak-coraknya, antara lain Serat Mangga, Serat Melati, dan Tunjung. Batik Pemalang digolongkan menjadi batik pesisir bersama daerah-daerah lain, seperti Pekalongan, Pemalang, Brebes, dan Tegal.

"Beda dengan batik Solo, batik pesisir tidak memunyai corak yang pakem. Batik Solo punya karena berakar dalam tradisi kerajaan," tutur Pantjer.

Ia mengatakan, motif pada batik pesisir lebih luwes. Temanya terserah si perajin batik. Pada jaman penjajahan, tema corak batik pesisir tergantung pada siapa yang saat itu sedang berkuasa. Semisal, ketika daerah pesisir Jawa dijajah Belanda, ada batik pesisir ada bercorak gambar kompeni.

"Namun, secara umum, ciri khas batik pesisir adalah coraknya yang banyak didominasi gambar bunga," terang dia.

Selain batik pesisir, ada juga batik rakyat, yaitu perajin batik dari daerah-daerah seperti Wonogiri, Kebumen dan Sragen. Jenis ini cenderung tidak bertema dan tidak teratur.

"Batik ini hanya dikenakan pada kegiatan sehari-hari dan dibuat sendiri untuk hadiah kepada tetangga atau anaknya. Biasanya batik ini dibuat para petani sepulang dari sawah," jelas dia.

0 komentar:

Posting Komentar